Sebuah single terbaru Qsanak yang di presentasikan pada acara bersama theater Djarum pada Sabtu 11 agustus 2012. Acara yang di gelar di GOR Kaliputu Kudus ini, adalah acara buka bersama para budayawan dan seniman kota Kudus dan sekitarnya. Dalam perfoming Qsanak yang berisi 7 lagu di tampilkan pertama kali lagu Sebatang kretek terakhir. Lagu yang terinpirasi dari lukisan karya Mamiek Etno, yang mennjadi backround panggung saat itu, merupakan lagu momentum sebagai sebuah perenungan sekaligus perlawanan. ini adalah syair lagu tersebut :
Dari banyak
bincang-bincang, kita semua gelisah. Orang yang duduk di kursi atau
yang bersila di lantai sama perasaannya. Ada bisik-bisik waktu itu yang
bilang, budaya lokal hampir mati. Ada juga dengan muka kecut menanggapi
issue itu berlebihan. tapi tidak sedikit yang meng-iya-kan. Aaahh yang
penting, memang kami semua gelisah !! Di warung... es
Kluwung di sudut terminal Menara kami sering sedih melihat kekeringan
ini. Walaupun tenggorokan bisa dingin dengan manisnya es warna-warni itu,
namun otak jadi panas dan hati geregetan. Kebudayaan lokal memang
mengalami masa panceklik....
Di ruang FKIP Universitas Muria
Kudus tadi malam ada yang bertanya pada gurunya...Apa yang mesti kita
perbuat ? Dalam bedah buku yang di tulis si Sigit itu orang-orang
meminta pertolongan. Pokoknya tulis tentang sastra lokal mas...tolong
kami lapar. Permohonan serius yang di tanggapi dengan iba.Yaaah memang
kita harus berubah !!
Dari omong-omong kami semalam juga memang
sastra dengan budaya lokal lagi anjlok. Produknya lagi miris. Coba aja
lihat rak-rak pajangannya lagi ompong bukan ? Ruang-ruang kreatif juga
gelap. Lampu teplok di pojok ruangan terakhir di isi minyak 5 tahun yang
lalu. Coba lihat, mau ngomong apa kalau sudah begitu. Kalau mau di
paksa nyalakan, nanti sumbunya yang habis kebakar jadinya ? Panggung
apresiasi juga sudah berdebu dan lapuk dimakan rayap. Teman kami bilang
rayap suka pada lezatnya kayu yang lembab. Dua bulan yang lalu ada yang
mau pakai panggung itu untuk promosi rokok katanya. Tapi nggak jadi
karena takut jeblos. Maklum band korea-korea-an itu gerakannya kan suka
gila-gilaan. Aah... tapi menurut saya lebih gila rayapnya. Panggung buat
penampilan budaya kok di lahap juga.
Ini bulan sudah Juni,
Agustus nanti adalah masa perpindahan musim. Mas imam bilang mau ketemu
sore nanti. Kita mau bahas pengembagan budaya lokal. Mas Tommy akan
datang terlambat. Maaf katanya, ada ujian. Dia kan guru! Kami semua
bunting karena gelisah. Namun harap-harap cemas menanti kelahiran di
musim ini. Kami menanti angin segar yang menghembuskan perubahan. Yang
menyegarkan ruang-ruang dan meniup debu di panggung seni. Dan di awal
musim hujan nanti rayap sudah kembali ke tanah dan laron-laron keluar
dari sarangnya....
Demi cintaku untuk kota ini...( donidole )
Qsanak dalam proses bermusiknya ingin mengabadikan berbagai item budaya lokal dalam lagunya. Kami menganggap kuliner adalah salah satu artefak dalam kebudayaan dan kebiasaan masyarat umum apapun ras dan agamanya. Dalam kuliner tersimpan banyak filosofi, adat, dan nilai dalam kehidupan sosial. Lagu Makan-Makan di Kota Kudus ini di dedikasikan untuk kota Kudus
tercinta
Sore itu Ranti berdiri menantang
angin di tepi cakrawala. Rambutnya dibiarkan berkibar lepas. Dua bilah sayap
besar dan kokoh di punggungnya telah mengembang dengan sempurnanya. Bulu-bulu
putih yang bercahaya telah mulai
mengepak berirama dengan perlahan. Seperti menari…Ranti siap menunggangi malam
!
Dalam gelap malam, Ranti terbang
dengan anggunnya. Cahaya sayapnya berpedar-pedar. Sesekali ia terbang rendah
tanpa beban. Menukik menyentuh ujung-ujung cemara, lalu kembali ke atas dan bercanda dengan
dinginnya hembusan angin malam. Ranti terlihat santai. Senyum tak pernah lepas
dari bibirnya, raut wajahnya terlihat manis dengan itu. Namun… sorot matanya
sangat tajam. Tajam, lugas, dan berwibawa. Ranti tau..sangat tau. Malam
tidaklah ramah!! Gelap itu jahat !! Oleh
karena itu ia sangat waspada. Sekali waktu ia terjebak dalam sebuah lorong tak
berujung. Setiap sisi dinding lorong terlihat menarik karena berkilau dengan
susunan indahnya manikam. Ia tergoda. Namun Ranti tau itu berbahaya. Di lorong
itu angin berpusar liar. Setiap orang dapat terhempas tanpa terduga. Dan
batu-batu manikam itu setajam belati
serdadu Gurkha. Siku kiri Ranti sempat tergores karenanya. Sangat
berbahaya. Dengan cepat dikibaskannya sayapnya dengan kuat menjauh dari lorong
itu, dengan senyum yang masih tak pernah lepas dari wajahnya.
Kadang angin membawanya ke taman
yang terlihat nyaman. Walau gelap, bunga-bunga ditaman itu menebarkan bau harum
yang menyenangkan. Sebagai wanita Ranti sangat tertarik. Apalagi banyak
sahabatnya ada disitu. Namun pengalaman dan kesadarannya berkata lain. Gelap
telah menutup akar liar tanaman yang menjerat erat. Tidak terlihat setiap orang
di taman itu terikat oleh akar yang
mengekangnya selamanya. Kebebasan akan di beli tunai disitu. Sayup-sayup walau
kurang jelas ia mendengar jeritan para sahabatnya minta tolong. Dua kebasan
sayapnya yang kokoh membawanya terbang tinggi menjauh. Ranti tersenyum lega…
Sebelum fajar merekah, Ranti
terbang mengambang di atas sebuah telaga.
Jaraknya sangat dekat. Dan ia lelah dan haus. Peluh membanjiri
punggungnya, membuatnya gerah. Telaga itu menantangnya. Ingin rasanya menyebur dan mandi.
Menghilangkan penat dan dahaga sejenak. Tiba-tiba suara hatinya menyadarkannya.
Ia ingat pesan Rekso suaminya. Sayapmu tidak boleh basah. Akan membuatnya kuyu
dan berat karena air. Dan engkau tidak dapat terbang lagi. Haakk…Ranti
berbalik, dan ia patuh. Dibalik semua kebutuhannya dan keinginannya yang egois,
ia patuh. Akal sehatnya juga membantu. Ia tidak tau ada apa di dalam telaga
itu. Bahaya bisa mengintai setiap saat. Sayapnya
mengepak perlahan menjauhi telaga yang tampak makin kecil dan akhirnya tidak
kelihatan lagi.
ini fajar telah datang. Di ufuk
timur, di batas cakrawala, Ranti duduk bersimpuh di atas batu datar dengan
tenang. Sayap terangnya telah mengatup dengan lelah. Dua anak perempuannya bersandar dengan nyaman
di ketiaknya. Masih tertidur, berlindung di dua bilah sayapnya yang hangat. Dua
langkah di depannya Rekso suaminya duduk bersila. Sesekali ia menoleh
kebelakang melemparkan tatapan terima kasih kepada Ranti istrinya. Ranti membalasnya dengan senyuman
khasnya. Didalam pikirannya ia senang. Ia puas. Ia bersukur dan berterima kasih
kepada Sang Kuasa atas kemampuannya membawa keluarganya terbang melewati
malam……
Tatapan Ranti jauh membelah sisa
malam. Di sela-sela helai fajar yang merekah, mata Ranti mencari-cari. Ia
merasa saat terbang melintasi malam membawa keluarganya , ia tidak sendirian.
Di kejauhan seperti kunang-kunang ia melihat banyak cahaya berpedar. Ia yakin
ia tidak sendirian. Dan ia tau mereka juga adalah wanita seperti dirinya….
Karena hanya wanita yang dikaruniai sayap cahaya !! Kartini telah merajut sayap cahaya dengan
teliti dan mewariskannya untuk melewati
kegelapan jika waktunya tiba. Membawa peradaban menuju terang yang gemilang.
Terima kasih Kartini…….. ( Doni Dole )
Acara ini diadakan pada tanggal 19 dan 20 juni 2012 dalam rangka peringatan Unit Kegiatan Mahasiswa SEKAM ( Seni Kampus ) yang ke 12. Pagelaran seni ini berlangsung di auditorium Universitas Muria Kudus dari pukul 19 - 22 WIB. Mendapat kesempatan tampil pada hari kedua Qsanak membawakan tiga lagu, Dandangan, Main Bola, dan Mencapai Nirwana. Tiga lagu ini bercerita tentang pesta dan pasar rakyat Dandangan di Kudus, dan lagu yang bertema sportifitas dan semagat main bola serta lagu tentang keindahan nusantara.
Dalam acara ini tampil pula teater dan tari dari SEKAM yang berlangsung penuh inspiratif...
Sejarah
berdirinya masjid Menara Kudus, tidak lepas dari peran Sunan Kudus
sebagai pendiri dan pemrakarsa. Sebagaimana para wali songo yang lainnya, Sunan
Kudus memiliki cara yang amat bijaksana dalam dakwahnya. Diantaranya, beliau
mampu melakukan adaptasi dan pribumisasi ajaran Islam ditengah masyarakat yang
telah memiliki budaya mapan dengan mayoritas beragama Hindu dan Budha. Cara
inilah yang diakui oleh banyak kalangan tokoh agama dan budayawan sebagai salah
satu kunci sukes dakwah Sunan Kudus dan wali songo dalam
menyebarkan agama Islam di Nusantara.
Pencampuran
budaya Hindu dan Budha dalam dakwah yang dilakukan Sunan Kudus, salah satunya
dapat kita lihat pada masjid Menara Kudus ini. Bangunan menara, sebagai salah
satu elemen yang menonjol, mengadopsi model bangunan ibadah umat Hindu dan
Budha. Bangunan menara, tersusun dari batu bata dengan bagian kepala menara
berbentuk atap tumpang atau tajuk dari kayu jati dengan empat saka guru.
Dibagian atas menara, diletakkan bedug dan kentongan sebagai pertanda waktu dan
even tertentu. Nah, di Kudus dikenal tradisi “dandangan”, sebuah tradisi
menandai diawalinya puasa Ramadhan dan pada saat itulah bedug dan kentongan itu
dibunyikan.
Detail
Menara Kudus
Tidak hanya
sampai disitu, dilingkungan masjid Menara Kudus, terdapat gapura yang mirip
dengan bangunan candi, yang tersusun dari batu bata tanpa semen, yang merupakan
ciri khas candi di Jawa Timur. Ada juga tempat wudlu yang berupa pancuran yang
berjumlah delapan dengan arca yang diletakkan diatasnya ( sekarang masih nggak
ya .. ? ), konon mengadaptasi dari keyakinan Budha, “Delapan jalan kebenaran”
atau “Asta Sanghika Marga”.
Tidak hanya menara, bangunan-bangunan di sekeliling masjid juga banyak yang
mirip dengan bangunan candi. Gapura di depan masjid yang tersusun dari batu
bata tanpa semen tidak lain merupakan ciri khas candi di Jawa Timur. Ada juga
pancuran untuk wudhu yang berjumlah delapan. Di atas pancuran itu diletakkan
arca. Jumlah delapan pancuran, konon mengadaptasi keyakinan Buddha, yakni
‘Delapan Jalan Kebenaran’ atau Asta Sanghika Marga.
Menurut
sejarah dan tanda – tanda yang terdapat di masjid Menara Kudus, ada keyakinan
bahwa masjid ini didirikan pada tahun 956 H atau 1549 M. Hal ini dapat
diketahui dari enkripsi ( sandi ) pada batu yang lebarnya 30 cm dan panjang 46
cm yang terletak pada mihrab masjid yang ditulis dalam bahsa Arab.
Bagi para KAWULA QSANAK..yang ingin kenal lebih jauh karya, visi, atau ingin join dan berpartisipasi dalam program Qsanak, bisa memesan profile pack Qsanak sekarang...!
hubungi Q management : 0815 6577 328
Mamik juga adalah seniman perupa. Alumni ISI Jogja ini juga adalah owner Etno Postmo art studio. Menjadi praktisi seni sejak muda, mamik telah menetapkan seni dan budaya menjadi aktifitas utama dalam hidupnya...
Doni Dole / Vocal / Akustik Guitar
Doni adalah seorang penyair, penulis, sekaligus juru masak dan motor rider sejati. Pencinta kopi ini menulis dan menggubah banyak syairnya dalam karya-karya Qsanak. Hidup bukanlah pencapaian..tapi adalah kontribusi....filosofi hidupnya...
Andi Nania / Lead Guitar
Gitaris handal ini banyak memberikan sentuhan " traditional blues " dalam musik Qsanak. Sehingga walaupun bergenre sastra, Qsanak memberikan warna yang modern dan berbeda dalam musiknya.
Uchoky Wae / Bass ( add )
Uchok adalah pemain bas yang sangat disiplin dalam part permainan musiknya. Bermain bersih dan rapi, Uchok memberikan sentuhan yang juga spesifik dalam Karya Qsanak. Membantu Qsanak sejak awal berdirinya, Uchok adalah bassis pada group musik Dr. DOE.
Affandi Noor Riska / Keyboard ( add )
Affandi juga adalah motifator musik dengan idea dan sentuhan warna musik yang menyatu dalam karya Qsanak. Affandi juga adalah seorang programer dan juga personel group musik Dr. DOE.
Seiring dengan perkembangan musik di tanah air, pasar penikmat, pelaku dan pemerhati musik juga berkembang sama pesatnya. Berbagai genre musik dapat dengan mudah di nikmati, mulai dari yang berorientasi modern maupun yang bernuansa etnik atau tradisional. Apalagi sebagai negeri besar dengan beragam suku dan bahasa,Indonesia juga menjadi produsen musik yang sangat kreative dan mendapat apresiasi yang sangat baik di manca negara. Dalam arti, musik di Indonesia telah mendapat tempat dengan kebebasannya sendiri dalam kreativitas dan perkembangannya.
Sebagai salah satu pion dalam perkembangan bermusik di Indonesia, Qsanak mencoba untuk merambah lebih jauh dalam dunia kreativitas berkeseniannya. Mengusung tema sastra dalam komposisi lagu-lagunya, Qsanak ingin memberikan sentuhan kreativitas yang berbeda, serta mengkolaborasikan musik yang matang dan berisi. Dalam visi besarnya, Qsanak juga ingin mengangkat tema budaya, sosial, dan lingkungan sebagai kontribusinya pada bumi dan bentuk dukungannya pada bangsa.
Dalam lagu-lagu Qsanak, jenis dan typikal musiknya dikembangkan tanpa batas. Walaupun bertema sastra Qsanak tidak mematok komposisi musik etnik saja dalam lagu-lagunya. Namun berkembang dengan juga memasukkan unsur musik modern atau jenis-jenis musik kontemporer. Juga walaupun bertema sastra lagu-lagu Qsanak bukan lagu yang ''berat''. Karena topik yang diangkat dalam lagu-lagunya hanya sebatas pada topik-topik ringan, kejadian sehari-hari serta syair yang berisi motivasi dan seni. Contohnya pada lagu Makan-makan di kota Kudus, Perempuan bersayap terang, Main bola, Menuju nirwana, dll...
Ayo join sebagai Kawula Qsanak untuk mendukung kelestarian budaya indonesia.....